Ep-7-Teman?
Ia melihat beberapa
sepatu dan sandal koleksi Papa nya. Ia jadi ingat, Karan tidak punya sandal. Ia
mengambil dua buah sandal, karena jika sepatu itu tidka mungkin. Sepatu Papa
nya tidak ada yang keren selain pantofel dan sepatu-sepatu formal.
Riri kembali ke kamar.
Namun, saat ia menyimpan pakaian dan sendal. Ia mendapati Karan yang hanya
memakai handuk.
“Buset! Karan! Pake
baju!” Riri menutup mata dengan tangannya.
“Baju nya ini lagi?”
“Itu di kasur! Terserah
baju nya yang mana.”
Karan mengambil baju
warna hitam agar senada dengan celananya. Ia kembali ke kamar mandi. Setelah
mendengar suara pintu kamar mandi tertutup, Riri membuka matanya lega. Kemudian
ia memakan roti bakar yang tadi ia bawa sambil duduk di karpet bekas Karan
tidur.
Tidak lama, Karan keluar
dari kamar mandi. Ia menjemur handuk di balkon kamar Riri. Lalu ia duduk di
karpet berbulu bersama Riri.
Gadis itu menyodorkan
sebuah roti dan Karan langsung mengambilnya.
“Bentar lagi kita
berangkat. Gue mau minta Bi Tati sisirin rambut gue dulu, sambil alihin
perhatian sopir gue.”
“Biar aku sisirin.”
Riri menatap Karan tak
yakin dan tak mau.
“Aku bisa ko. Udah sini.”
Karan menyimpan roti
bakar yang baru ia makan satu gigitan. Ia mengambil sisir dari meja rias Riri.
Kemudian perlahan menyisir rambut Riri.
Riri menyadari,
berdekatan dengan Karan membuat jantungnya jadi 2x lebih cepat berdetak dari
biasanya.
“Mau di kepang?” tanya
Karan.
Riri menggeleng pelan.
“Digerai aja.”
Dengan telaten, Karan
menyisir rambut Riri. Setelah itu ia kembali ke meja rias dan mengambil jempit
rambut putih berbentuk bunga. Ia memakaikan nya pada kedua sisi dekat telinga
Riri.
Jangan tanyakan lagi
bagaimana perasaan Riri saat ini. Perlakuan Karan benar-benar tidak baik untuk
kesehatan Riri.
Karan tersenyum manis.
“Rambutmu bagus, Rihanna.”
Riri dengan cepat keluar
dari kamarnya.
Riri dengan cepat keluar
dari kamarnya. Ia akan mengalihkan perhatian Mang Agus dan Bi Tati terlebih
dahulu sebelum pergi keluar dengan Karan.
Riri berencana akan
menyuruh Bi Tati membeli beberapa cemilan di luar, dengan ditemani Mang Agus.
Padahal beberapa cemilan pedas Riri masih ada di kamarnya. Entah mau atau
tidak, tapi Riri akan tetap memaksa mereka.
Gadis berambut panjang
itu mencari-cari keberadaan Bi Tati. Ia melihat Bi Tati sedang menyiram
beberapa bunga, yang memang dari dulu ada.
“Bi Tati.”
Bi Tati menoleh terkejut.
“Tumben sekali ndhuk kamu bisa sisir rambut.”
Riri tersenyum malu.“Bi,
cemilan Riri abis. Bibi mau ke pasar gak hari ini?”
“Ndak. Mau bibi beliin?”
Riri mengangguk cepat.
Ternyata mudah sekali mengalihkan perhatian Bi Tati. “Yang biasa aja deh. Uang
dari Papa masih ada Bi?”
“Ada, Ndhuk. Tapi Bibi
mau beresin ini dulu, bunga-bunga Papa.”
“Nggak usah. Bibi beliin
aja.”
“Tapi ndhuk…”
Riri menggeleng. “Temen
Riri nanti dateng bentar lagi, gak enak kalo nanti gak ada cemilan pedes.” Riri
berbohong.
Bi Tati sangat antusias.
Ia menyimpan emrat. “Yang bener toh, ndhuk?”
Aku mengangguk cepat.
“Ditemani Mang Agus ya, Bi?”
“Kamu ndak apa-apa di
tinggal sendiri?”
“Nggak. Bibi bawa kunci
juga ya, takutnya nanti Riri lagi jemput temen-temen Riri ke depan komplek.”
alibi Riri.
“Ya sudah, Bibi beliin
dulu.”
Bi Tati tergesa-gesa
meninggalkan Riri.
Perlu kalian ketahui,
sejak orang tuanya bercerai, Riri tidak pernah membawa teman nya ke rumah. Itu
lah mengapa Bi Tati begitu antusias saat Riri mengatakan bahwa teman nya akan
datang.
***
Riri melihat Bi Tati dan
Mang Agus dari kamar sudah pergi. Ia tersenyum lega. Alih-alih Riri yang
terlihat lega, justru Karan terheran-heran melihatnya.
Komentar
Posting Komentar