Ep-3_Teman?
Selama pelajaran
berlangsung, Riri tidak dapat berkonsentrasi. Riri sesekali mengangguk,
pura-pura paham dengan penyampaian materi dari gurunya.
Untungnya, Riri duduk di
meja ke 3 paling kanan.
Jessie, teman sebangkunya
tidak memperdulikan Riri.
Sudah dikatakan, Riri itu
tidak punya teman dekat. Jangankan untuk teman dekat, untuk sekedar melakukan
percakapan dengan teman -teman sekelasnya saja jarang.
Berbeda dengan Chiko,
Riri selalu bercerita apapun yang terjadi di sekolah. Meskipun sebelum Chiko
berubah menjadi manusia, ia hanya menanggapi cerita Riri dengan diam, Riri
bersyukur akan itu. Chiko tidak akan menceritakan kesedihannya pada siapapun.
Riri jadi gelisah.
Mungkin dulu saat Chiko
benar-benar jadi seorang boneka, Chiko tidak akan menceritakan tentang Riri
kepada siapa pun. Namun sekarang? Apakah Chiko akan pergi dari rumah nya dan
menceritakan kepada siapapun tentang hidup Riri?
Apakah Riri nanti nya
benar-benar tidak mempunyai teman?
Riri jadi teringat.
Apakah yang merapikan
kamar nya tadi pagi adalah Chiko? Jika benar, maka Bi Tati akan pergi ke kamar
nya untuk dirapikan.
Bagaimana jika Bi Tati
tau ada laki-laki di kamarnya?
Bagaimana jika Bi Tati
mengadu pada Papa nya?
Bukankah Chiko pasti akan
di usir? Dan Riri tidak akan mempunyai teman lagi.
Dengan cepat dan
hati-hati. Riri menghubungi Bi Tati lewat pesan WhatsApp, meminta agar hari ini
Bi Tati tidak usah ke kamar nya. Riri lega saat Bi Tati membalas iya pada
pesan WhatsApp nya.
Untung saja, Pak Hartono yang
kini tengah ngajara di kelasnya tidak ngeh dengan apa yang dilakukan Riri.
“Ri, gimana kalo kita
kerjain tugas kemaren dari Bu Hasni di rumahku hari ini?” tawar Luna.
Luna duduk tepat di
belakang Riri.
Kebetulan, tugas Bu Hasni
itu di kelompokkan menjadi dua orang dengan acak, dan Riri kebagian dengan
Luna.
Luna sama dengan Riri,
tidak mempunyai teman dekat. Orang-orang tidak ingin berteman dengan Luna
karena katanya, Luna berasal dari keluarga miskin. Padahal, apa beda nya orang
miskin dengan orang kaya? Sama saja bukan?
Kenapa orang kaya tidak
mau berteman dengan orang miskin?
Rugi kah mereka jika
berteman dengan orang miskin?
“Boleh.”
****
“Ri, sorry ya. Rumah gue
kaya gini.” Ucap Luna.
Riri melihat sekeliling
rumah Luna.
Rumah nya memang bisa
bilang kecil. Bahkan ruang tamu nya, sama dengan kamar milik Bi Tati.
Disana terdapat kursi
yang sudah terlihat usang. Ada televisi tabung, seperti zaman dulu.
Ibunya, masih muda.
Beliau memakai pakaian yang warna nya sudah terlihat memudar. Ibu Luna menyodorkan
sebuah air putih dalam sebuah cangkir, juga ada goreng singkong yang biasa Mang
Agus minta pada Bi Tati.
Ngomong-ngomong, Riri
belum pernah mencicipi goreng singkong. Itu terlalu banyak minyak yang menurut
Riri akan membuat tubuhnya penuh dengan lemak.
Sebenarnya ia lapar, tapi
ia takut rasa goreng singkong itu tidak sesuai ekspetasi nya. Jadi, ia hanya
minum saja.
Luna mengajak Riri
mengerjakan tugasnya di kamar saja. Tugas dari Bu Hasni yaitu menggambar sebuah
organ dalam tubuh manusia.
Saat Riri masuk ke kamar
Luna, ia melihat ada sebuah boneka beruang.
Ia jadi ingat Chiko.
Chiko sedang apa ya?
***
Saat Riri sekolah, Chiko
memang aman.
Tapi tidak dengan Bi
Tati.
“Ndhuk. Tadi Bibi ke
atas, ko denger suara air ya dari kamarmu. Kamu ndhak lupa matiin air di kamar
mandimu kan, Ndhuk?”
Riri terkejut, kaki nya
terasa lemas. Ia menggeleng pelan. “Mungkin halusinasi Bibi aja.”
“Massa toh, Ndhuk.”
Riri mengangguk. “Riri
laper. Bibi udah masak?”
“Udah. Bibi hangatkan
dulu ya.”
“Gak usah di anterin. Nanti
Riri ambil aja.”
Bi Tati mengangguk. Ia
langsung pergi ke dapur untuk menghangatkan masakannya.
Jauh berbeda dengan Riri
yang menahan kegugupannya. Riri membuka pintu kamarnya pelan-pelan. Ia
mengintip terlebih dahulu isi kamarnya. Disana, terdapat Chiko bersandar pada
pintu kamar mandi nya.
Riri berjalan
pelan-pelan. Ia menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan bergegas menguncinya.
Riri menyimpan tas nya
pada meja belajar. Ia menghampiri Chiko. Chiko terlihat memejamkan matanya.
Hm..
Bulu mata Chiko begitu
lentik. Halis nya hitam tebal. Hidungnya tidak terlalu mancung tapi tidak
terlalu pesek. Satu lagi! Terdapat kumis tipis pada wajah Chiko.
Riri lupa. Sepertinya
Chiko lapar. Ia terlihat memegang perutnya.
Riri berjongkok. Ia
menusuk-nusuk pipi Chiko dengan jari telunjuknya.
Apa?! Riri baaru saja
menyentuh pipi Chiko.
Dalam beberapa saat,
Chiko terbangun. Ia tersenyum tipis pada Riri. Sekejap Riri terdiam menatap
Chiko.
Ia masih tidak percaya.
Boneka yang sudah 10th menemaninya, kini berubah menjadi seorang
laki-laki yang menurutnya, TAMPAN.
“Rihanna, kamu…lama.”
ucapnya lemas.
Riri tersadar. Buru-buru
ia berdiri dan mengulurkan tangan pada Chiko. Tapi Chiko tidak menyambut uluran
tangannya. Manusia itu berdiri sendiri.
Riri pura-pura menggaruk
tangannya tidak gatal.
Chiko menolak uluran
tangannya?
Apa karena dia boneka?
Jadi dia tidak mengerti?
Melihat Chiko berdiri, ia
menepuk jidatnya. Ia tidak bisa melihat Chiko seperti ini setiap hari. Pakaian
yang Chiko pakai, sangat tidak enak untuk dilihat.
Riri membuka lemari nya.
Ia mencari sebuah celana olahraga. Gadis itu ingat persis, ia pernah membeli
sebuah celana olahraga yang saat ia pakai ternyata kebesaran.
Awalnya, Chiko hanya
melihat gerak-gerik Riri. Namun, lama-kelamaan ia mulai melihat Riri seperti
kebingungan. Chiko menghampiri Riri.
“Cari…apa?” tanya Chiko.
“Ish. Sana! Lo duduk aja
di kasur. Ini pribadi gue!” usir Riri.
Chiko menurut. Ia
berjalan lemas pada kasur Riri.
“Pake!” Riri menyodorkan
sebuah celana olahraga warna biru dongker juga dengan kaos pendek warna putih.
Chiko berniat membuka
celana nya yang kecil di depan Riri. Gadis itu melotot, bagaimana bisa seorang
laki-laki dewasa akan membuka celana nya dihadapan Riri?
“Heh! Gak Sopan lo boneka
beruang!” teriak Riri.
Chiko menatap Riri dengan
satu alis terangkat. “Harus..Di.. Buka.. Dul..”
“Gak disini! Tuh kan ada
kamar mandi!”
Chiko menghela napas
berat. Ia bergegas ke kamar mandi walaupun ia sangat lemas. Rasanya seperti
sudah lama tidak makan.
Lah?!
Kan dulu boneka. Boneka
kan tidak makan.
Sebagai orang yang mudah
naik darah, Riri menggeleng pelan. Ia mengambil pakaian ganti, dan dengan cepat
mengganti pakaian nya. Takut Chiko keburu selesai.
Riri sudah selesai
berganti pakaian, meskipun dengan terburu-buru. Ia duduk di kursi belajar nya
mengahadap kamar mandi.
Pikirannya benar-benar
terbagi. Tidak mungkin ia terus-terusan mengurung Chiko di dalam kamarnya.
Apa mungkin dia minta
pertolongan Bi Tati? Ah. Bi Tati terlalu dramatis. Yang ada, nanti Bi Tati
pingsan. Mang Agus? Suami Bi Tati itu bukan orang yang tepat. Meskipun
laki-laki, Mang Agus selalu bergosip ria dengan para satpam komplek lainnya.
Bagaimana jika Mang Agus keceplosan?
Atau mungkin pada Papa
nya? Papa nya sangat sibuk. Mungkin jika Riri bercerita pun Papa nya pasti
menjawab kebanyakan nonton film, kamu. Bisa-bisa ia dianggap tidak waras
oleh Papa nya sendiri.
Chiko keluar dari kamar
mandi nya. Ia memegang baju dan celana saat ia masih menjadi boneka. Ia duduk
di kasur menatap Riri.
Melihat wajah Chiko, ia
jadi ingat. Sejak pagi Riri tidak memberi nya makanan karena terkejut. Ini
sudah menunjukkan pukul 4 sore.
“Tunggu!” perintah Riri.
Komentar
Posting Komentar