Ep-8_Teman?
Riri melihat Bi Tati dan Mang Agus dari kamar sudah
pergi. Ia tersenyum lega. Alih-alih Riri yang terlihat lega, justru Karan
terheran-heran melihatnya.
Buru-buru Riri mengambil dompetnya lalu ia masukkan ke
dalam tas yang ia pakai. Ia menarik tangan Karan keluar dari kamar. Karan masih
saja menurut. Ia tidak banyak berbicara, ia takut salah dan membuat Riri marah.
Riri mengunci pintu rumah dengan tergesa-gesa. Tak
lupa ia memainkan ponsel miliknya untuk memesan taksi online. Tak butuh waktu
lama, taksi itu sudah ada di depan pagar rumah Riri.
Gadis itu kembali menarik tangan Karan. Ia berlari
alih alih takut ada yang melihat Karan, meskipun komplek di daerah nya masih
sepi.
“Karan! Buruan masuk taksi!”
Karan mengangguk. Ia membuka pintu taksi dan masuk ke
dalam taksi tersebut. Riri mendorong gerbang rumah nya dengan susah payah.
Ia berdecak sebal. “Karan! Bantuin!”
Lagi-lagi Karan mengangguk. Ia keluar dari dalam taksi
dan membantu Riri menutup gerbang rumah nya. Lalu mereka buru-buru masuk ke
dalam taksi.
Riri dan Karan ngos-ngosan, mereka sama- sama
menyandarkan tubuh mereka di kursi taksi.
“Sesuai aplikasi ya, Mbak?”
“Iya Pak.”
***
Dari luarpun, mall sudah terlihat ramai hari ini.
Maklum, tanggal merah.
Setelah turun dari taksi, alih-alih takut Karan hilang
Riri pun menggandeng tangan Karan. Mungkin bagi Riri, itu membuat tubuhnya
panas dingin. Tapi tidak dengan Karan, mata nya melihat kesana kemari. Mulai
dari ia melihat orang yang sedang makan, memilih baju, bermain boneka capit,
dan lain-lain.
Drt…Drt..
Gawai milik Riri bergetar.
“Hallo ndhuk, kamu dimana toh? Bibi cari
tak ada. Ini loh pesananmu sudah bibi belikan.”
“Tadi temen Riri jemput, jadinya di rumah temen Riri.
Bibi simpan aja dulu.” alibinya. Cepat cpepat Riri mematikan telepon dari Bi
Tati.
Pikiran Riri kali ini sangat sibuk. Kira-kira baju apa
yang pantas untuk Karan. Mengingat wajah Karan menarik, mungkin saja Karan akan
cocok memakai pakaian apapun.
“Karan?”
Karan menoleh padanya.
“Mau beli baju dulu apa celana dulu?”
“Terserah.”
What the?!
Karan laki-laki bukan?
Tapi kenapa disini seolah Riri yang menjadi laki-laki?
Keduanya masuk ke tempat penjualan baju, di lantai 2.
Ada beberapa SPG yang menawari baju perempuan, Riri hanya tersenyum. Mbak!
Saya kesini nyari baju cowok mbak! Batin Riri.
Di tempat baju laki-laki, Riri mengambil satu kaos
berwarna putih bertuliskan I’m Boy warna hitam. Riri mengangkat kaos itu di
depan Karan. Agak sedikit kecil. Ia melihat size yang ada di baju itu ternyata
M, mungkin L akan cukup. Riri mencari size L, ia mengangkat kaos itu lagi dan
mensejajarkan dengan tubuh Karan. Cukup, sepertinya.
“Lo suka gak
baju ini?”
Karan mengangguk tersenyum.
“Lo bantu pilih juga ke. Ini kan baju buat lo.”
Karan memilih-milih kaos-kaos di depannya. Sedangkan
Riri mencari celana yang kiranya cocok untuk Karan. Riri mengambil 3 celana
dengan warna berbeda, ia mensejajarkannya dengan tinggi Karan agar pas di
tubuhnya.
Kalau di pikir-pikir, selain baju dan celana serta
dalaman, Riri juga perlu membeli hoodie, sendal, sepatu, dan bahkan topi untuk
Karan. Memikirkan itu, membuat Riri memijat pelipis nya pelan. Ia melihat isi
dompet nya, mungkin saja cukup untuk membeli semua yang ada di benaknya. Tapi
bagaimana ia pulang dan mencari alamat Karan’s Doll?
Riri melirik ke arah Karan, jelmaan dari boneka itu
sudah memegang baju berwarna Merah maroon. Gadis itu mengambil benda pipih dari
dalam tas nya.
“Hallo, Papa.” Ucap Riri melalui telepon.
Ya. Setelah Riri mengambil ponselnya, ia langsung
menelpon sang Papa.
“Hallo, Rihanna. Ada apa? Papa lagi liat
para karyawan.”
“Papa udah transfer uang bulan ini buat Riri belum?”
tanya Riri to the point.
“Udah dari kemarin-kemarin, tapi Papa
lihat yang bulan lalu juga belum berkurang.”
“Papa tutup ya.”
“Bentar, Pa.”
“Kenapa lagi, Rihanna? Kalo kamu butuh
bantuan, kamu bilang ke Mang Agus atau Bi Tati saja, Papa sibuk.”
“Papa jaga kesehatan. Papa cepet pulang, ada yang mau
Riri ceritain banyak.” ucap Riri sedikit bergetar.
“Iya, nanti Papa usahakan.”
Tuttt….
Sebelum Riri menjawab kembali ucapan sang Papa,
telepon sudah dimatikan dari sebrang sana. Riri menunduk melihat ujung
sepatunya dengan sedih. Terlihat butiran bening jatuh dari pelupuk matanya.
“Rihanna? Kamu kenapa?” Karan menyentuh bahu Riri.
Riri menurunkan tangan Karan dari bahu nya. Ia
tersenyum tipis. Jelmaan dari boneka itu mengusap air yang baru saja jatuh dari
mata Riri.
“Jangan nangis, Rihanna. Aku selalu ada, bukan?” Karan
menangkup kedua pipi Riri.
Riri mengangguk. Ia memeluk Karan tanpa sadar.
“Karan, setelah bertemu Bunda lo nanti, jangan lupain
gue ya!” pinta Riri.
“Tentu saja. Aku berhutang banyak, Rihanna.” Karan
mengusap kepala Riri.
Riri tersadar. Ia segera melepaskan pelukannya dari
Karan. Gadis itu mengambil 3 celana yang ia pilih tadi, juga baju pilihannya
yang bertuliskan I’m Boy.
“Baju pilihan lo mana?” tanya Riri.
Komentar
Posting Komentar