Ep-9_Teman?
Riri tersadar. Ia segera melepaskan pelukannya dari
Karan. Gadis itu mengambil 3 celana yang ia pilih tadi, juga baju pilihannya
yang bertuliskan I’m Boy.
“Baju pilihan lo mana?” tanya Riri.
Karan memberikan dua baju pilihannya. “Kamu punya uang
dari mana?” bingung Karan.
Riri tak menjawab. Ia pergi ke tempat hoodie. Karan
hanya mengikuti dari belakang, ia semakin tidak mengerti dengan sikap Riri yang
berubah-ubah.
Riri mengambil satu hoodie berwarna abu-abu. Tidak
peduli disukai Karan atau tidak, ia terlanjur malu setelah kejadian memeluk
Karan secara tiba-tiba tadi. Lalu gadis itu menyerahkan segala pakaian yang ia
pilih agar Karan yang membawa nya.
Gadis itu berfikir kembali. Haruskah ia membelikan
pakaian dalam Karan saat ini juga? Tidak mungkin juga kan Karan setiap hari
tidak memakai celana dalam? Dengan memikirkan hal itu saja membuat Riri malu
sendiri.
Ia mencari seorng spg di toko tersebut.
“Mbak. Pakaian dalam pria dimana ya?” tanya Riri
dengan nada pelan.
SPG itu tersenyum jahil. “Disebelah sini, Mbak.”
SPG itu menunjukkan tempat pakaian dalam. Lalu pergi
meninggalkan Karan dan Riri yang tengah sama-sama diam.
Riri melirik Karan yang juga tengah meliriknya. “Lo
pilih deh, serah mau berapa. Gue tunggu disana!” perintah Riri pelan. Ia pun
pergi menuju tempat yang ia tunjuk tadi.
Tak lama, Karan menyusul Riri yang tengah duduk santai
menunggunya. Ia membawa banyak pakaian juga pakaian dalam yang sudah ia pilih.
Lagi-lagi Riri malu sendiri.
“Kamu bener ada uang untuk bayar semua ini, Rihanna?”
ragu Karan.
“Ya iya lah. Siapa lagi emang?”
“Aku jadi banyak berhutang.”
“Ya gampang. Tinggal lo kasih aja tu salah satu
Karan’s Doll milik lo.”
Karan terkekeh mendengar penuturan dari Riri.
Bisa-bisa nya dengan mudah dia berbicara seperti itu.
Riri membawa semua belanjaan Karan pada kasir. Ia
membayar nya dengan beberapa lembar uang merah dari dompernya. Rencananya,
setelah ini ia akan pergi ke sebuah bank terdekat untuk menarik uang dari sang
Papa. Untuk ongkos mencari Karan’s Doll tepatnya.
Belanjaan itu diserahkan pada Karan, karena semua itu
sekarang sudah milik Karan. Setelah itu, Riri bergegas menuju sebuah bank
terdekat.
***
“Yaaah, Karan. Hujan.”
Karan melihat ke langit. Hujan tiba-tiba turun begitu
deras. Sangat terlihat ekspresi Karan begitu sendu.
“Kita makan aja dulu lah, ya?”
Karan mengangguk. Mereka masuk ke sebuah tempat makan
terdekat untuk mengisi kekosongan perut mereka.
Riri memesan suki tomyam dan juice alpukat, begitu
juga dengan Karan. Mereka berdua memakan makanan mereka tanpa pembicaraan
sampai makanan mereka habis.
Hujan masih saja begitu deras, tapi tetap tidak ada
topik obrolan apapun pada mereka. Sampai akhirnya Riri menghela nafasnya dengan
berat.
“Karan, udah sore nih. Udah jam 5 juga. Gak mungkin
kita terusin cari toko nyokap lo, kita lanjut nanti lagi aja deh.” Riri melihat
jam di ponselnya.
Karan menatap Riri sebentar lalu mengangguk. Mereka
sama-sama keluar dari tempat makan, lalu menaiki taksi online dan pulang ke
rumah Riri.
***
“Aduh, Ndhuk!!! Kok ya hujan-hujanan begini?!” mang
Agus panik. Dengan cepat ia menyodorkan payung pada Riri dan Karan.
“Sini! Belanjaan nya biar saya yang bawa.”
“Gak usah, Mang.” Riri lari terbirit-birit dari pagar
rumahnya diikuti dengan Karan yang membawa belanjaan juga payung untuk Riri.
“Ndhuk! Kamu ini! Hujan-hujanan! Memang Mang Agus gak
ngasih kamu payung, toh?” panik Bi Tati.
“Bi. Kenalin, ini Karan temen Riri. Karan, ini Bi Tati
ART yang udah kaya nyokap gue. Maaf ya Bi, Riri pulang sore. Tadi, Karan minta
anter belanja dulu.” bohong Riri.
Karan menatap Riri tak mengerti. Riri melotot seola
memberi isyarat pada Karan untuk tetap mengikuti permainan nya.
“Karan, Bi.” Karan menyalami Bi Tati dengan sangat
kaku.
“Ganteng ya. Baru loh ini, Ndhuk kamu bawa teman,
laki-laki juga.”
“Bibi tolong buatin air hangat ya.”
Bi Tati mengangguk dan langsung pergi ke dapur. Riri
mendorong Karan cepat mengisyaratkan agar ia lari ke kamarnya. Karan langsung
pergi meninggalkan Riri sendiri di ruang tamu miliknya.
Bi Tati tergopoh-gopoh membawa handuk dan juga dua teh
manis hangat.
“Loh?! Kemana toh cah bagus itu, Ndhuk?” Bi Tati
kebingungan.
“Udah pulang barusan. Kesorean.”
Riri mengeringkan rambutnya yang sedikit basah dengan
handuk yang dibawa Bi Tati. Ia juga meminum satu gelas teh hangat itu dengan
cepat. Satu gelas lainnya juga sudah pindah dari nampan ke tangannya.
“Riri ganti baju dulu. Nanti makan biar Riri ambil
aja.”
Komentar
Posting Komentar